Profil Daerah Kecamatan Natal

a. Keadaan Kependudukan
Penduduk di daerah kajian atau pesisir pantai barat Mandailing Natal adalah bersuku Pesisir ( Kecamatan Natal, Muara Batang Gadis dan Kecamatan Batahan ). Umumnya kekerabatan menurut garis keturunan ayah ( patrilinial ), hanya sedikit yang berdasarkan kekerabatan menurut garis keturunan Ibu (matrilineal) yang berada di daerah sebelah selatan dan pesisir. Penduduk yang berada di bagian selatan dan pesisir bayak berasal dari Minangkabau dan Aceh.
Penduduk pesisir pantai barat Kabupaten Mandailing Natal mayoritas beragama Islam. Masyarakat di wilayah ini memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda baik dialek maupun bentuk kata-katanya, tetapi secara umum mereka mengerti bahasa Mandailing.
Perkembangan Jumlah penduduk di wilayah pesisir tempat wilayah kajian ini setiap tahun menunjukkan peningkatan yang perlu mendapat perhatian, hal ini dapat di lihat dari pertumbuhan penduduk seperti dalam tabel berikut ini:
No Kecamatan Jumlah penduduk/jiwa Laju pertumbuhan rata-rata/thn %
1 Natal 17.943 0.71
2 Muara Batang Gadis 11.377 4.88
3 Batahan 28.307 3.32

Sedangkan kepadatan Penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut
No Kecamatan Penduduk
/jiwa Kepadatan penduduk
Jiwa/km2
Proporsi
Jumlah
penduduk Rata-rata
Pertumbuhan
Penduduk
1 Natal 17.943 16 5,15% 0,3388
2 Muara Batang Gadis 11.377 13 3,26% 4,2272
3 Batahan 28.307 25 8,12% 4,7393
Sumber: Biro Pusat Statistik

2.2 Kecamatan Natal
Seperti telah di singgung sebelumnya, Kecamatan Natal Merupakan Kecamatan Yang bernaung di Kabupaten Mandailing Natal.Kecamatan ini berada di sebelah pesisir barat Kabupaten mandailing Natal dan berbatasan langsung dengan Pantai.
Pada awalnya, Kabupaten Mandailing adalah wilayah bagian administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Madina resmi berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 23 November 1998, yang ditetapkan melalui UU Nomor 12 tahun 1998. Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan saat dimekarkan pada 1998. Sejak 2003, jumlah kecamatan dan desa bertambah menjadi 17 kecamatan, 322 desa, dan 7 kelurahan. Dan di dalamnya termasuk kecamatan Natal.
Daerah yang bernama natal di Indonesia tidaklah begitu di kenal.Tidak mengherankan karena natal sekarang ini hanya sebuah kecamatan kecil yang berada di wilayah kabupaten Mandailing Natal di provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1841 Pemerintah kolonial belanda menciptakan Residensi Tapanuli Selatan dengan ibukotanya Sibolga. Ketika itu belum ditetapkan, apakah Natal termasuk padang atau Sibolga.Baru pada bulan Juli 1843 diputuskan bahwa Natal masuk residensi Tapanuli Selatan. Jalan untuk mencapai daerah Natal pun masih agak sulit.Hutannya masih lebat ditambah lagi dengan barisan gunung-gunung dan bukit yang terjal yang tersohor dengan nama Bukit barisan.Kini, kota kecil Natal merupakan ibukota kecamatan yang terletak di dataran rendah di tepi Samudera Hindia.
Secara geografis, kecamatan Natal terletak di pantai Barat pulau Sumatera dan masuk kedalam Provinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas daerah ini antara lain:

 Sebelah utara bebatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibukotanya Sibolga
 Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Yang merupakan bagian dari daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat
 Sebelah Timur berbatasan dengan Muara Sipongi, Kotanopan dan Penyabungan. Ketiga kecamatan ini tergabung dalam Kabupaten Mandailing Natal
Luas Kecamaan Natal meliputi Seperlima dari total Luas Kabupaten mandiling Natal atau sekitar 93.537 Ha, diantaranya seluas kurang lebih 461 Ha adalah hutan milik pemerintah. Jumlah penduduknya lebih kurang 25.704 Jiwa pada tahun 2007 dengan luas pemukiman seluas 7.376,4 Ha atau sekitar 2% dari luas daerah kecamatan Natal. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar oleh masyarakat sehari-hari adalah bahasa Minangkabau (sebuah kabupaten di Sumatera Barat yang ibukotanya Painan) dengan dialek pesisir Selatan.Di kota inilah dahulunya berdiri kerajaan Indrapura , satu dari beberapa kerajaan kecil yang tergabung dalam kerajaan Minangkabau. Konon leluhur pertama raja-raja natal adalah Rajo Putih dan pangeran Inra Sultan berasal dari kerajaan ini.
Bagi kebanyakan orang, kata natal artinya kelahiran (Natality).Khusus bagi umat Nasrani atau Kristen, Hari Natal merupakan hari besar yang selalu diperingati pada tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.Jika kita memperhatikan peta Afrika maka kita akan mendapati sebuah kota yang bernama sama yang berada di pantai Timur Afrika Selatan.Konon kata Natal diberikan oleh pelaut-pelaut Portugis yang merupakan Bangsa Eropa pertama yang melakukan ekspedisi ke benua Afrika dan Asia termasuk sampai ke daerah Natal.Pelaut Portugis pertama kali mendarat di tempat itu bertepatan dengan tanggal 25 Desember.
Kapan kedatangan bangsa Portugis pertama kali ke Natal tidak di ketahui dengan pasti. Berdasarkan riwayat dan asal-usul Kerajaan Natal disebutkan bahwa perahu-perahu layar bangsa Portugis mulai singgah di Pelabuhan bangsa Natal pada masa Pemerintahan Tuanku besar Si Intan, mangkat pada 12 Mei 1823.
Orang Portugis Terkenal sebagai pelaut. Pada akhir abad ke-15 Mereka mulai mengembara mencari daerah baru.Ketika itu bangsa Portugis bermusuhan dengan bangsa-bangsa Timur Tengah yang lebih dahulu menguasai jalur pelayaran kenegeri penghasi rempah-rempah.Dalam upaya mencari perjalanan yang berbeda dengan bangsa Timur Tengah, pelaut-pelaut Portugis pergi sampai ke Afrika Selatan, India, Malaka, Sumatera, Maluku, Jawa Tiongkok bahkan Jepang.
Rempah-rempah seperti lada, cengkeh, kayu manis, pala dan lain-lain adalah barang komoditi yang sangat dibutuhkan dan dicari sampai ke tanah Nusantara oleh bangsa barat pada umumnya sebagai bekal terutama pada masa atau musim dingin.Sebagai tukarannya mereka membawa garam dan barang barang impor lainnya seperti besi dan barang-barang industri yang dulunya belum ditemui di tanah Nusantara.
Menurut Grawfurd,J, dan Marsden,W, dua orang penulis buku sejarah berkebangsaan Inggris yang terkenal pada abad ke-18 dan ke-19, di natal telah di temukan tambang emas yang sangat baik mutunya. Waktu itu Natal telah menjadi pusat perdagangan emas, kapur barus.dan kemenyan. Penduduk senang dengan barang-barang impor seperti kain, besi, dan candu sehingga emas ditukar dengan barang-barang impor tersebut.
Pada tahun 1864, seorang portugis bernama Thomas Diaz, dikirim oleh Gubernur VOC yang berpusat di Malaka ( sekarang semenanjung Malaya) ke kerajaan Minangkabau yang berkedudukan di Buo dengan maksud mencari pusat perdagangan emas di Sumatera. Ia datang dari arah Timur melalui sungai Kampar kemudian melewati kota kecil di tepi kanan Sungai Paku Padang dan mendaki gunung yang membagi daerah Minangkabau dengan bagian Timur pulau Sumatera.
Ketika itu bangsa Portugis sudah menguasai jalur rempah-rempah dari India sampai selat Malaka . Pelaut-pelaut belanda pun mengetahui bahwa lada dan emas yang mereka cari banyak terdapat di pesisir barat pantai Sumatera.Mereka umumnya memilih jalur pelayaran dari Afrika Selatan atau dari pulau Madagaskar langsung kepesisir barat pulau Sumatera. Baru pada awal abad ke-17 pelaut-pelaut belanda singgah di berbagai pelabuhan penting di pesisir barat pulau Sumatera seperti pelabuhan Indrapura, Pariaman, Tiku, Pasaman, Natal, dan lain-lain.
Marsden, W, dalam bukunya The History of Sumatera edisi yang pertama pada tahun 1784 menulis tentang keadaan Natal pada zaman rempah-rempah. Seperti umumnya daerah pemukiman orang melayu, natal dipimpin oleh beberapa orang Datu atau Datuk yang dikepalai seorang Datu Besar atau Hakim Utama.Datu besar mempunyai kekeuasaan sama seperti di daerah penghasil lada lainnya di sebelah selatan Sumatera, sekalipun pengaruh kompeni menonjol. Karena hasil bumi yang melimpah, mereka umumnya hidup mandiri. Inilah yang membuat masyarakat menjadi konsumtif.

Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalahperbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu dan pasir dari suatu masa tanah.Keadaan tekstur tanah di kecamatan Natal dapat dilihat dari tabel berikut ini
No Kecamatan Halus (Ha) Sedang (Ha) Kasar (Ha) Luas (Ha)
1 Natal 263.610 3.145 8.725 275.480

Iklim dan Curah Hujan
Salah satu faktor iklim yang paling penting adalah mengenai curah hujan. Untuk dapat menggambarkan fluktuasi curah hujan di wilayah Kecamatan Natal dapat diamati berdasarkan data curah hujan dari stasiun pencatat dan sebagai perbandingan curah hujan dengan kecamatan sekitar dapat dilihat seperti pada tabel:

Stasiun Pengukur Curah Hujan
No Kecamatan Nama
Stasiun Curah hujan (mm/thn) Type hujan
Oldeman
min max
1 Natal Patiluban 1.289 1.700 D
2 Muara Batang Gadis Patiluban 1.289 1.700 D
3 Batahan Sinunukan 1.289 1.700 D


Curah hujan
No Kecamatan Curah hujan (mm/thn)
2004 Rata-rata Min Max
1 Natal 4.220 1.692 1.289 1.700
2 Muara Batang Gadis 4.220 1.663 1.289 1.700
3 Batahan 1.042 1.043 1.289 1.700


Hidrologi Dan Kehutanan
Dalam hidrologi dijelaskan tentang air yang ada di permukaan bumi, seperti sumber-sumber air. Salah satu sumber air adalah sungai yang memiliki Daerah Aliran Sungai ( DAS ). Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang disamping mengeluarkan air juga mengangkut sedimen terkandung dalam air sungai tersebut. Penghasil sedimen terbesar adalah erosi permukaan lereng gunung , pegunungan, sungai dan bhan-bahan hasil letusan gunung berapi.
Pola DAS sangat dipengaruhi oleh keadaan morfologis, topografi,dan bentuk wilayah disamping bentuk atau corak DAS itu sendiri. Diwilayah Natal ada beberapa DAS yaitu:
1. Daerah Aliran Sungai Batang Batahan
2. Daerah Aliran Sungai Batang Natal
3. Daerah Aliran Sungai Batang Bintuas
4. Daerah Aliran Sungai Batang Tabuyung
Seluruh DAS tersebut mengalirkan airnya ke Samudera Indonesia.

Mengenangmu

(19 Juni 1998)

Dikala ku sendiri
Sunyi..sepi...
Ku termenung
Ku ingat padamu

Kisah suka dan duka
Yang penah kita alami
Yang telah kita lalui
Selalu terbayang di mataku

Hangatnya sentuhanmu
Belaianmu yang lembut
Kata-katamu yang indah menggoda
Selalu mengisi tiap khayalku

Kini.....
Sendiri ku hadapi segala yang terjadi
Yang ada di depan mataku
Tanpamu di sisiku

Ingin ku berkata jujur
Namun hatiku nyatakan ragu

Sungguh....
Ku selalu rindu padamu
Rindu akan saat bersamamu
Karena....
Aku masih sayang kamu
Created By : Ina

PUITIS CINTA

21 Desember 1997

Manisnya cinta
Hangatnya rasa
Indahnya kata
Kuatnya rasa

Ingin kurasakan semua
Hanya seorang kau
Tepiskan semua
Kerinduan pada dirimu

Biarkan tiupan angin
Angin malam yang dingin
Menembus kaslbu
Membawa sebuah kenagan.

Melayang ku serasa
Saat kau ucapkan cinta
Sesaat pipi merona
Bahagia mendera

Jangan pernah pergi
Janjimu selalu di hati
Kasih selalu ku beri
Selama kau di sisi

Biarkan cintamu mengalir
Dalam darah mendesir
Raga mulai bergetar
Kebahagian cinta pun menggelegar.

Created by : Ina

Merindumu

Puisi cinta dari bunda salsabila
Telah ku tulis cerita cinta kita
Saat kau membacanya
Kau pun akan tau
Betapa aku sangat mencintaimu

Entah di mana adamu
Saat mentari menyambut pagi
Aku hanya tau
Kau selalu menjadi yang terbaik di hatiku

Pagiku dulu dan kini tak ada bedanya
Ada namamu yang ku sebut
Ketika mataku terbuka menyongsong matahari

Aku tak pernah bosan
Menggantungkan rindu ini pada ribuan pagi
Yang selalu hadir
Saat aku bangun dari mimpi

Biarkan saja rinduku melimpah untukmu
Semuanya punya makna untukmu

Jauh di lepas pantai perahu cintaku
Mengarungi samudera
Menembus topan dan angina beliung
Berlayar pasti menuju dirimu
Jangan ada cinta yang lain
Sebab cintaku padamu adalah abadi
Sebab cintaku padamu tak kan terbandingkan

Tak Ingin Jauh Darimu

Puisi cinta dari bunda salsabila
jiwaku bergejolak
saat aku tahu .... cintamu padaku
begitu berkobar-kobar
membara dalam hatimu

hatiku terbakar
oleh kasih dan sayangmu

cintaku......
di seberang lautan luas dan membentang
tepatnya pada tanah kelahiranmu
disanalah kau berada

kapan kau kembali?
jika waktu itu datang
tak ku ijinkan kau pergi lagi
tanpa diriku di sampingmu

Hampir Dua Tahun Kita Bersama

Puisi cinta dari bunda salsabila
Tak terasa waktu terus berjalan
Dan tak akan pernah berhenti
Ku sadari hidup ini tak akan indah
Bila aku tak bersamamu

Namun bila waktu berhenti mengikuti langkahku
Dan mentari berhenti menghangatkan tubuhku
Ku harap kau tetap hadir dalam jiwaku
Memberikan kekuatan dalam setiap langkahku
Menerangi seluruh ruang hatiku

Meskipun belum genap dua tahun cinta kita
Serasa cinta ini semakin kuat
Serasa cinta ini semakin melekat
Dan tak ingin untuk dipisah

Aku penuh harap……
Cinta ini tak punya masa batas
Aku penuh harap…..
Cinta ini kan terus ada, abadi untuk selamaanya

Rinduku

Malam ini....
Aku bergumam bibir
Tak mampu berkata
Tak mampu mendengar

Malam ini...
Aku hanya merasakan
Mampu berhati
Mampu mengingat
Aku terkulai
tersiksa rasa rindu
bermodal jauh
bermodal ingatan
Ini....
Ini.... Adalah rasa Rinduku.......

Hampir Tamat, Sejarah Perjalanan Kota Natal

by: AHMAD ARIF

NATAL, nama kota kecil daerah terpencil di pesisir pantai barat Sumatera Utara dengan sejarah besar. Dari sinilah agama Islam menyebar ke tanah Mandailing. Sejarah daerah ini cukup panjang, mulai berabad lalu ketika kapal-kapal asing berlabuh di sana mencari hasil bumi.
Daerah kecil ini juga menjadi salah satu inspirasi bagi Dowes Dekker untuk menulis sebuah buku berjudul Max Havelaar yang mengguncangkan pemerintah Hindia Belanda kala itu. Buku yang diterbitkan pertama kali tahun 1860 itu berkisah tentang penderitaan masyarakat pribumi akibat ketidakadilan sistem perdagangan Belanda.
Dowes Dekker yang menggunakan tokoh alias Multatuli dalam romannya itu, pernah menghabiskan waktunya di daerah Natal saat menjadi kontelir Belanda pada tahun 1842 hingga 1843.
Di Natal pulalah, Dekker untuk pertama kalinya berhadap-hadapan langsung dengan penderitaan penduduk pribumi. Bagi Dekker, Natal menjadi pembuka cakrawala dan simpatinya terhadap kaum pribumi dalam perjalanan kariernya sebagai amtenar Belanda.
Pengalaman di Natal, juga menjadi bekalnya saat dia berperkara dengan Bupati Lebak, Banten, yang dinilai menindas kaum pribumi walaupun dalam versi sejumlah peneliti seperti Sartono Kartodirdjo dan Rob Nieuwenhuys, niat Multatuli untuk membela pribumi dalam kasus Lebak diragukan tetapi mereka menilai hal itu adalah persaingan pribadi antara Dekker dan Bupati Lebak untuk mengeksploitasi pribumi.

Dekker akhirnya dipecat sebagai kontelir Belanda di Natal pada bulan Juli 1843 karena tuduhan atas kesembronoannya dalam hal administrasi keuangan. Sebagian kalangan menilai, pemecatan itu terkait dengan surat-suratnya yang tajam kepada atasannya.
Walaupun keberadaan Dekker di Natal tak lama, warga setempat mengingatnya sebagai salah satu pahlawan meski mereka rata-rata tak tahu persis tentang sejarah Dekker ini. Hingga kini, rumah Dowes Dekker di Natal masih berdiri.
Namun, rumah itu sekarang lebih menyerupai kandang ayam. Bangunan itu telah porak-poranda, di dalamnya berisi sampah dan pakaian milik warga sekitar yang dijemur. Lantainya sudah lapuk, dinding dan atapnya sebagian koyak. Dan daun pintunya, entah ke mana. Rumah kayu itu, menunggu waktu rubuh!
Di belakang rumah kayu itu, sebuah sumur tua yang konon pernah dipakai Dekker direnovasi pemerintah setempat. Sebuah pompa menyedot air dalam sumur dan menyimpannya di tandon, persis di atas bibir sumur, sehingga sumber air itu tetap fungsional hingga kini. Entah mengapa, yang diperbaiki pemerintah justru hanya sumur. Sedangkan rumah kayu yang juga bernilai sejarah dibiarkan hancur, kata Maharuddin (38), Guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Natal, yang gedung sekolahnya bersebelahan dengan rumah Multatuli. SDN 1 Natal sendiri adalah bangunan tua yang dibangun Belanda tahun 1911.
Minimnya perhatian terhadap kekayaan situs sejarah di Natal memang sangat terasa. Di Natal kini hanya ada sejumlah bangunan tua sisa kolonialisasi Belanda, seperti bekas-bekas benteng Belanda, bekas Kantor Tata Praja Belanda, dan bekas Kantor Residen Belanda.
Sisa peninggalan yang lebih tua dan jejak-jejak petualang besar dunia yang dikabarkan pernah singgah di Natal, semisal Marcopolo dan Eugene Dubois, tak bisa ditemui lagi.
Kota penting tiga abad silam
Dahulu, Natal adalah kota pelabuhan penting di muara Batang (Sungai) Natal, tempat berlabuh kapal-kapal besar. Gambaran itu dikisahkan William Marsden yang pernah tinggal di sana beberapa tahun, dalam bukunya The History of Sumatera yang terbit di London tahun 1788.
Marsden bertutur, Natal adalah basis yang nyaman untuk berdagang dengan Aceh, Riau, dan Minangkabau. Semua itu membuat Natal jadi kota yang padat dan makmur. Daerah ini juga memiliki emas yang sangat baik-hingga kini, sejumlah penambang emas tradisional masih bisa ditemui di Batang (Sungai) Natal maupun di kawasan hutan sekitar Natal.
Kini Natal hanya dilabuhi perahu-perahu tradisional kecil. Kota itu lebih mirip desa kecil yang sunyi. Kompas yang baru pertama kali ke Natal, 18 November malam, tak mengira daerah sunyi adalah kota bersejarah tersebut.
Hampir 10 kilometer Kompas melewati Natal tanpa menyadarinya dan baru paham setelah di sebuah desa kecil seorang warga menjelaskan, Kota Natal telah kami lewati. Di sepanjang perjalanan, kembali rasa penasaran tak pernah hilang, bukankah sedari tadi tak melewati keramaian?
Setiba di kota tujuan setelah bertanya sekali lagi pada warga untuk meyakinkan tujuan telah dicapai Kompas betul-betul ada di tempat yang sunyi.
Masih pukul 21.00, tetapi kota itu mirip kota mati. Tak ada kendaraan lalu lalang di jalan. Rumah-rumah warga gelap dan terkunci rapat. Hanya beberapa kios yang buka di dekat pasar. Satu-satunya warung makan yang buka hanya menawarkan nasi goreng dan mi Aceh.
Penginapan hanya dua, yaitu mes pemerintah provinsi dan kabupaten. Listrik juga acapkali padam di Natal. Bahkan, hampir tiap malam. Seperti malam itu, kami menginap di Natal dalam kondisi gelap gulita karena listrik padam. Hingga pagi harinya, ketika kami meninggalkan Natal, listrik masih padam. Menurut seorang petugas mes provinsi, jaringan kabel telepon pun belum menyentuh kota itu.

Ditemukan saat Natal
Bagi warga Natal, sejarah kampung mereka sendiri sangatlah kabur. Sekelompok warga yang kami temui di kedai kopi di samping lapangan di pusat kota hanya bisa menunjukkan sejumlah bangunan tua sebagai bukti sejarah daerah mereka. Namun, tak satu pun yang bisa menerangkan dengan gamblang mengenai sejarah daerah mereka sendiri.

Sebagian menunjuk rumah Dowes Dekker sebagai bukti sejarah. Namun, warga tak tahu, siapa sesungguhnya Dekker. Mereka hanya tahu, Dekker adalah orang Belanda yang membela pribumi. Peninggalan lain dari masa yang lebih tua, bahkan tak mereka mengerti lagi.

Sejarah nama Natal, juga sangat kabur bagi warganya sendiri, yang mayoritas beragama Islam. Sebagian berpendapat, nama Natal diambil karena kedatangan tentara Portugis ke daerah itu untuk pertama kalinya berbarengan dengan jatuhnya hari raya Natal. Sebagian berpendapat, Natal berasal dari kata Natar, yang berarti tanah atau fondasi.

Sebagian warga kemudian menunjuk Paimudin atau Pak Hitam, warga desa yang bisa menerangkan sejarah Natal. Namun, saat kami ke rumahnya yang berada di tepi pantai, Pak Hitam yang usianya 80-an tahun itu tergeletak lemah dan tak bisa berkomunikasi lagi karena didera berbagai penyakit.

Sejarah nama Natal memang kontroversial sejak lama. Inggris mengklaim menemukan Natal pada tahun 1762. Sedangkan Potugis mengklaim bahwa merekalah yang memberikan nama pada daerah itu, ketika kedatangan mereka di sana untuk pertama kalinya, sekitar tahun 1492-1498 bersamaan dengan hari raya Natal.

Yang jelas, pada abad ke-8 di daerah sekitar Natal telah berdiri Kerajaan Rana Nata dengan salah satu rajanya bernama Rajo Putieh atau biasa dipanggil Ranah Nata. Disebut-sebut, dia adalah orang Persia yang menyebarkan agama Islam di sana.

Kini, Natal tak lebih dari kota kecamatan lain di daerah pinggiran Indonesia yang hampir-hampir tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya meninggalkan desa, mencari pekerjaan atau pendidikan di luar daerah.

Dan yang tersisa di Natal hanyalah, warga sisa. Yang sukses atau yang berpendidikan enggan menetap di sana. Natal telah berhenti, tak ada dinamika, yang jika terus dibiarkan, pastilah menunggu waktu untuk hilang dari peredaran sejarah. (NAL/YNS)

Kedatangan Portugis ke Natal
Pada akhir abad ke-15, orang-orang Portugis mulai mengembara mencari daerah baru dipicu oleh roh pengembanan agama Kristian dan untuk merebut perdagangan rempah-rempah dari tangan orang Arab dan Turki. Ketika itu bangsa Portugis bermusuhan dengan bangsa-bangsa dari Timur Tengah yang terlebih dahulu menguasai jalur pelayaran ke negeri-negeri penghasil rempah-rempah. Dalam upaya mencari jalur perjalanan alternatif untuk bersaing dengan bangsa Timur Tengah, pelaut-pelaut dan saudagar-saudagar Portugis pergi sampai ke Afrika Selatan, India, Melaka, Sumatra, Jawa, Maluku, Tiongkok bahkan Jepun.

Rempah-rempah seperti lada, kayu manis, cengkeh, pala dan lain-lain sememangnya dicari oleh orang asing di kepulauan Nusantara untuk kemudian diekspot ke Eropah sebagai barang komoditi. Rempah-rempah ini sangat diperlukan di benua atas angin itu, terutama pada musim dingin. Sementara barang dagangan yang dibawa oleh Portugis termasuklah garam dan besi.
Setelah Melaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511, pada bulan Disember tahun yang sama, Afonso de Albuquerque menghantar ekspedisi mencari pulau rempah-ratus. Perburuan itu dilengkapi tiga kapal bersama 120 awak-awak Portugis, melewati pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok Sumbawa dan Flores sebelum sampai ke Ambon pada pertengahan 1512.[i]
Warisan dari petualangan Portugis tersebut meninggalkan nama Natal di Afrika Selatan dan di pulau Sumatra. Ada dilaporkan bahawa bangsa Potugis-lah yang memberikan nama pada pemukiman mereka di pesisir pantai barat pulau Sumatra, ketika kedatangan mereka di sana untuk pertama kalinya, sekitar tahun 1492-1498 bersamaan dengan hari raya Natal.[ii]
Bagaimanapun, menurut keterangan lisan, kapal-kapal layar Portugis mulai singgah di pelabuhan Natal pada masa pemerintahan Tuanku Besar Si Intan, raja ketujuh kerajaan Natal. Tuanku tersebut dikatakan mangkat pada tanggal 12 Mei 1823.[iii]
Di daerah pelabuhan Natal yang kini merangkap pasar, sebenarnya terdapat beberapa benteng yang telah dibongkar kerana rosak dek di makan zaman atau terkena banjir sungai Batang Natal. Sekarang di atas tanah bekas benteng tersebut telah dibangun pertokoan dan perumahan.
Peninggalan-peninggalan bersejarah ini terbiar dan terbengkalai kerana selain biaya perawatannya yang besar, orang tidak mengerti akan manfaatnya dari segi pelancungan/pariwisata. Di negera-negara maju, peninggalan-peninggalan sejarah yang mempunyai nilai tinggi biasanya dilestarikan dan dijadikan sumber penghasilan negara.
[i] Antonio Pinto Da France, Portuguese Influence in Indonesia, Lisbon: Calouste Gulbenkian Foundation, 1985: 7.
[ii] Kompas 16 Desember 2005. Pentarikhan ini tidak benar karena Portugis sampai di India pada 1498, dan mereka menguasai Malaka pada tahun 1511.
[iii] Puti Balkis Alisjahbana, Natal Ranah Nan Data, Kisah Perjalanan, Jakarta: Dian Rakyat, 1996: 54.

Asal-Usul Nama Natal

Terdapat beberapa cerita mengenai asal-usul dan arti nama Natal dengan versi yang berbeda.

Pertama, versi Portugis. Yang pasti Natal itu bahasa Portugis.[i] Malah bagi kebanyakan orang, kata Natal itu artinya kelahiran. Khusus bagi umat Nasrani atau Kristen, hari Natal adalah hari besar selalu diperingati pada setiap tanggal 25 Disember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus atau Nabi Isa.

Kedua, versi dari rakyat Natal orang Minangkabau yang percaya bahawa leluhur mereka yang pertama menghuni daerah pesisir itu. Natal, menurut mereka, berasal dari kata Ranah nan Data (artinya tanah datar). Ranah nan data tersebut ditemui oleh dua orang pangeran yang berasal dari Indra Pura, yang terletak ke selatan Natal di pesisir barat pulau Sumatra. Mereka menemukan sebuah dataran rendah di tepi pantai Lautan India dekat muara sebuah sungai. Nama ranah nan data kemudian disingkat dengan ranah data (tanah datar), kemudian disingkatkan lagi mejadi nata, yang akhirnya, berubah sebutannya menjadi Natal sekarang, konon kerana pengaruh saudagar-saudagar asing.

Versi kedua, dari cerita orang Mandailing yang bermukim di pedalaman Natal. Dahulu kala, ketika penduduk dunia masih jarang, di pedalaman Bukit Barisan tapi dekat dengan Lautan India, bermukim sekelompok orang Mandaling. Daerah pemukiman mereka dikepung oleh gunung, bukit,lembah dan ngarai sehingga untuk berpergian dari suatu tempat ke tempat lain, biasanya mereka menunggang kuda. Suatu hari di suatu tempat bernama Tor Pangolat (berbatasan dengan Natal) mereka takjub menyaksikan sebuah pemandangan yang indah. Di kejauhan terlihat barisan gunung dan bukit. Di ujungnya terbentang tanah landai atau dataran rendah dan lautan luas tanpa batas.

“Ahha, do na taridah?” (artinya, Apakah gerangan yang kita lihat itu?) salah seorang dari mereka bertanya. Sejak saat itu dataran rendah yang terletak di ujung Bukit Barisan, di tepi pantai Lautan India itu, mereka namakan Na taridai (artinya, yang kita lihat itu). Belakangan, Na taridai dipendekkan menjadi Natar. Malah menurut Marsden, sejarahwan Inggeris dalam bukunya The History of Sumatra, edisi pertama diterbitkan pada tahun 1784, Natal sebetulnya Natar.[ii]

[i] Chirstmas dalam bahasa Inggeris.
[ii] Natal (properly Natar). William Marsden, The History of Sumatra, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1975: 373

;;